Senin, Mei 25, 2009

Mencintai Tanpa Syarat

Cerita ini sudah tersebar luas di internet. Tapi ngga salah kalau saya juga ingin ikut menyimpannya. Katanya sih Based on True Story.

***

Dilihat dari usianya, beliau sudah tidak muda lagi. Usia yang sudah senja bahkan mungkin sudah mendekati malam. Pak Suyatno, 58 tahun, mengisi kesehariannya dengan merawat istrinya, juga sudah tua, yang sakit. Sudah lebih 32 tahun mereka menikah.

Mereka dikaruniai 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa. Setelah istrinya melahirkan anak ke empat mereka, tiba - tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama lebih kurang 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga keadaan bertambah parah, seluruh tubuhnya menjadi lemah, terasa tidak bertulang. Bahkan, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi. Ia tak lagi bisa berkomunikasi verbal dengan suaminya.

Tetapi sang suami tak pernah menyerah, bahkan untuk mengeluh. Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, ia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara, tapi Pak Suyanto selalu melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya, sehingga ia bisa pulang di siang hari untuk menyuapi istrinya makan siang. Sore hari, sepulang kerja, ia memandikan istrinya, mengganti pakaian. Lalu selepas maghrib ia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan pengalamannya hari itu.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tanpa mampu menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang. Ia bahkan selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini telah dijalani Pak Suyatno selama lebih kurang 25 tahun. Dengan sabar dia merawat istrinya sambil membesarkan keempat buah hati mereka. Sekarang anak - anak mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Suatu hari, keempat anak Pak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah menikah, mereka tinggal dengan keluarga masing - masing, sementara Pak Suyatno memutuskan untuk tetap merawat ibu mereka. Hanya satu yang diinginkannya: Anak-anaknya menjadi orang-orang yang berhasil.

Di saat pertemuan itu, anak-anak memiliki permintaan pada Pak Suyanto. Dengan kalimat yang disusun dengan hati - hati, anak yang sulung berkata:
"Pak, kami ingin sekali merawat ibu. Semenjak kecil, kami melihat bapak merawat ibu. Tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak....... bahkan hingga kini Bapak tidak mengizinkan kami untuk menjaga ibu".

Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata - katanya, "Pak, sudah yang keempat kalinya kami menyampaikan bahwa kami tidak keberatan Bapak menikah lagi. Kami rasa, ibupun akan mengizinkannya. Kapan bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini? kami tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat ibu dengan sebaik-baiknya secara bergantian".

Mendengar permintaan anak-anaknya itu, Pak Suyatno memberikan jawaban yang sama sekali tidak diduga oleh anak - anak mereka:
"Anak – anakku... Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi... tapi ketahuilah, kehadiran kalian disampingku sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian... (sejenak kerongkongannya tersekat)... Kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta. Tidak satu orang pun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu, apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini. Kalian menginginkan bapak bahagia dengan menikah lagi. Apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaannya sekarang? Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit?"

Sejenak meledaklah tangis anak - anak pak Suyatno. Merekapun melihat butiran – butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno... dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa – apa.

Di saat itu meledak tangis beliau. Tamu yang hadir di studio, yang kebanyakan kaum perempuan, pun tidak sanggup menahan haru. Di situlah Pak Suyatno berbagi
"Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya. Sewaktu dia sehat, dia dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu – lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama... dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya, apalagi dia sakit..."

Tidak ada komentar: