Beberapa hari yang lalu, Balitbang Kanwil Depag DKI mengontak saya untuk menjadi konsultan penelitian. Tema yang akan mereka usung adalah Penerapan Ketuntasan Belajar PAI di SMU di DKI Jakarta.
Memori saya langsung menggali informasi yang saya miliki tentang Ketuntasan Belajar, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Mastery Learning. Ide dasarnya teori ini sangat sederhana, bahwa setiap peserta didik punya kemampuan potensial untuk menyerap 100% materi pelajaran yang mereka terima. Sehingga dipahami bahwa sebenarnya tidak ada orang yang bodoh. Yang ada adalah orang yang memiliki kemampuan belajar yang berbeda.
Belajar, menurut teori ini, belum dianggap selesai apabila peserta didik belum menguasai sepenuhnya materi yang diberikan. Karena, bagaimana mungkin siswa atau mahasiswa dianggap lulus atau bernilai baik terhadap suatu bahan belajar, sementara penguasaannya belum memadai.
Selama ini ketuntasan belajar salah dipahami oleh guru. Seolah-olah, ketuntasan belajar adalah tugas guru untuk menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan beban kurikulum yang berlaku. Sehingga, ketika siswa tidak menguasai suatu materi pelajaran atau nilai evaluasinya jeblok, guru akan berkilah, semuanya sudah diajarkan, mungkin siswanya yang tidak memperhatikan.
Tidak sepenuhnya apa yang dikatakan guru itu salah, guru jelas sudah menunaikan tugasnya menyampaikan materi pelajaran. Apalagi jika terbukti ada beberapa siswa yang memang hasil evaluasinya sangat baik. Tetapi, yang perlu dipahami adalah bahwa dalam proses pembelajaran tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga memastikan bahwa setiap individu di kelas benar-benar telah menguasai materi yang disampaikan. Karenanya, tidaklah memadai jika hanya melihat prestasi siswa tertentu saja.
Ketuntasan belajar menghendaki agar setiap siswa benar-benar menguasai materi yang mereka pelajari. Penguasaan yang dituntut adalah individual, dan bukan kelompok. Jika ada siswa yang tertinggal dari siswa lain, maka siswa ini harus memperoleh bantuan ekstra. Karena itu, teori ini menyadari betul bahwa daya serap siswa terhadap materi yang diberikan akan sangat berbeda, dan karenanya perlakuan terhadap masing-masing individu siswa ini juga berbeda.
Belakangan, dengan ditemukannya teori kecerdasan ganda (multiple intelligence), teori ketuntasan belajar semakin membuktikan bahwa memang setiap individu memiliki potensi untuk belajar, tetapi by nature setiap orang memiliki kelebihan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Artinya, ada orang yang cepat belajar satu bidang seperti bahasa, tetapi lambat dalam bidang yang lain, misalnya matematika, atau sebaliknya. Lambat dalam hal ini bukan berarti tidak bisa, tetapi berarti orang tersebut butuh waktu yang lebih lama untuk menguasai matematika dibanding orang lain.
Maka, tugas guru adalah memastikan agar siswa yang memerlukan waktu lebih lama, memperoleh perhatian yang cukup dari guru. Sehingga mereka punya cukup waktu untuk menguasai materi pelajaran dan dapat menyesuaikan dengan pola belajar mereka.
Rabu, Februari 18, 2009
Mastery Learning (Belajar Tuntas)
Selasa, Februari 17, 2009
Welcome
Blog ini adalah kumpulan tulisan, pikiran dan materi perkuliahan Muhammad Zuhdi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kehadirannya dimaksudkan sebagai salah satu sumber informasi bagi mahasiswa baik di Fakultas Tarbiyah maupun di Program pasca Sarjana UIN Jakarta.
Semoga bermanfaat
Langganan:
Postingan (Atom)